Monday, February 8, 2016

Feng Huang, Hunan Part-1




Nama Fenghuang bagi seluruh warga di China tentu sudah sangat familiar, karena itu nama burung khayangan, bisa juga disebut burung khayalan. Karena spesies burung ini memang hanya muncul di dalam mitologi China, dan merupakan salah satu maskot bangsa ini, bukan burung yang real.
Banyak kisah legendaris bangsa China yang menceritakan tentang burung ini. Namun, pada catper kali ini yang ingin saya bagikan dengan anda bukan tentang burung ini, tetapi tentang sebuah kota tua di propinsi Hunan yang juga bernama Fenghuang. Kota tua ini konon dibangun pada masa kejayaan Kaisar Kang Xi dari Dinasti Qing. Atau sekitar 1.300 tahun yang lalu.
Kota ini sempat beberapa kali berganti nama, sebelum akhirnya berubah menjadi Fenghuang. Namun, bangunan yang kebanyakan terbuat dari kayu itu dan seluruh design kotanya masih terpelihara dengan baik, dan tetap mempertahankan keasliannya, yaitu arsitektur Dinasti Ming dan Qing.
Kota tua ini bisa menjadi destinasi alternatif setelah turun dari Gunung Avatar atau Zhangjiajie National Forest Park (baca : http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2015/01/avatar-mountain-zhangjiajie-forest_28.html. Untuk mencapai tempat ini saya memilih naik bus, dari terminal antar kota di Wulingyuan. Dan perjalanannya memakan waktu sekitar 4 jam. Jika anda berada di dekat stasiun Zhangjiajie, tentu anda bisa naik bus dari terminal bus di Zhangjiajie dan tidak perlu harus pergi ke Wulingyuan lagi.
Dari Stasiun Zhangjiajie, kita juga bisa naik kereta, tetapi kita harus turun di stasiun Jishou, lalu naik bus lagi sekitar 1,5 jam menuju Fenghuang. Agak repot memang karena kita harus berganti transportasi.
Kota tua Fenghuang juga termasuk bagian dari UNESCO World Heritage sejak tahun 2008. Dan 50% dari total populasinya adalah suku minoritas Miao, sisa 50% lainnya terdiri dari suku Han dan suku minoritas lainnya seperti Tujia, Hui dan Bai.


Mencari penginapan di kota tua

Kota tua ini terbelah oleh Sungai Tuojiang. Dan di sepanjang sungai ini dengan mudah kita bisa temukan rumah-rumah kayu yang berdiri kokoh di kedua sisi bantaran sungai. Dan di sungai ini juga kita bisa temukan berbagai jembatan penyeberangan yang unik. Yang paling terkenal adalah The Rainbow Bridge dan The Jumping Rocks.


Sungai Tuojiang yang membelah Kota Tua Fenghuang


takjub melihat pemandangan ini


jembatan penyeberangan kayu


di bawah jembatan modern, jembatan ini bisa dilalui kendaraan


jembatan penyeberangan yang unik "Jumping Rocks"


Rainbow bridge dilihat dari kejauhan


tampak samping Rainbow Bridge, hanya bisa dilalui pejalan kaki
Di Pagi hari, masih banyak terlihat para kaum ibu rumah tangga sedang mencuci baju di tepi sungai. Air sungainya mengalir dan sangat jernih. Saya langsung membayangkan bagaimana indahnya kota Jakarta jika satu hari nanti sungai-sungai di Jakarta juga bisa dikembalikan ke kondisi alami seperti ini. Tentu ini perlu niat dan tekad yang kuat baik dari pemerintah maupun masyarakatnya.


suasana pagi hari

suasana pagi hari


Banyak turis memanfaatkan momen yang indah ini untuk berfoto di Jumping Rocks dengan menggunakan kostum khas Suku Miao, dengan latar belakang Rainbow Bridge atau deretan rumah kayu. Dan hasilnya memang sangat natural, seakan kembali ke zaman Dinasti Ming atau Qing. Foto menjadi sangat impresif karena kostum Suku Miao memang sangat menarik serta kaya akan warna dan motif, terlebih design tudung hiasan kepalanya, kalung etniknya yang seluruh bahannya terbuat dari perak dan punya nilai seni yang sangat tinggi.

Dan memang atmosfirnya di tempat ini sangat cocok untuk berfoto dengan menggunakan kostum tradisional atau pakaian adat macam Suku Miao ini. Karena keberadaan bangunan-bangunan  tuanya dan alam sekitarnya sangat mendukung.\







Ini mahkota bunga yang banyak dijual di tepi sungai



Di tepi sungai Tuojiang juga terdapat sebuah benteng kuno, tidak terlalu panjang namun cukup mengambarkan situasi pada masa itu. Di sepanjang kaki tembok benteng ini digunakan oleh para pedagang souvenir untuk menjajakan barang kerajinan mereka.























Tahukah anda bahwa buah kiwi adalah buah-buahan asli China bukan New Zealand ?


Buah Kurma China/Red Chinese Dates

Banyak penginapan semacam hostel dan guesthouse di kawasan kota tua ini. Tarifnya berkisar sekitar 80-120 Yuan per kamar. Restoran juga banyak, namun sulit untuk menemukan restoran halal. Padahal cita rasa makanan mereka hanya sama dengan makanan kita, karena mereka juga makan sangat pedas. Dan pedasnya sama dengan cabai di Indonesia yang tidak bikin lidah kita baal. Jadi buat anda yang muslim, sebaiknya tetap membawa persediaan makanan jika berkunjung ke tempat ini.











Jika anda datang kemari, pastikan bahwa anda menginap. Karena keadaan di siang hari berbeda 180 derajat dibandingkan suasana pada malam hari. Dan berikut ini adalah penelusuran saya selama berada di sana.


(........bersambung)



Feng Huang, Hunan Part-2
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/02/feng-huang-hunan-part-2.html

Tumpak Sewu, Lumajang Part-2
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/02/tumpak-sewu-lumajang-part-2.html

Tokyo, Japan Trip Part-6A
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/02/tokyo-japan-trip-part-6a.html

Cherry Blossom In Osaka, Japan Trip Part-1
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/cherry-blossom-in-osaka-japan-trip-part.html

Hiroshima & Miyajima, Japan Trip Part-2
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/hiroshima-miyajima-japan-trip-part-2.html

Kyoto, Japan Trip Part-3
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/kyoto-japan-trip-part-3.html

Shirakawa-go, Japan Trip Part-4
http://johntravelonearth.blogspot.co.id/2016/01/shirakawa-go-japan-trip-part-4.html

Kathmandu, Nepal

Xiahe, " A Little Tibet " The Majestic Of Gansu Part-2

Ganjia Grasslands, The Majestic Of Gansu Part-1

Danxia "Rainbow Mountain", The Majestic Of Gansu Part-3

Southwest Sumba & Treasure Part - 1

No comments:

Post a Comment